Kumpulan Informasi Hukum

Tujuan, Manfaat dan Syarat Perkawinan

Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai tujuan perkawinan, manfaat perkawinan dan syarat-syarat perkawinan.


Menurut UU Perkawinan, Tujuan Perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa perkawinan ini : (1) berlangsung seumur hidup; (2) cerai diperlukan syarat-syarat yang ketat dan merupakan jalan terakhir; dan (3) suami dan istri saling membantu untuk mengembangkan diri.

Suatu keluarga dikatakan bahagia jika terpenuhi dua kebutuhan pokok, yatu kebutuhan jasmaniah dan kebutuhan rohaniah. Yang termasuk kebutuhan jasmaniah ini seperti sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan. Yang termasuk kebutuhan rohaniah seperti seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri (anak kandung).

Hukum Islam ini memberikan pandangan mengenai pengaruh perkawinan dan kedudukannya di dalam membentuk hidup perorangan, rumah tangga dan umat. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa perkawinan tidak hanya sekedar aqad (perjanjian) dan persetujuan biasa, cukup diselesaikan dengan ijab qabul serta saksi, sebagaimana dengan persetujuan-persetujuan lain.

Perkawinan ini sangat penting sebagai suatu bentuk perikatan karena makna yang terkandung di dalam perkawinan itu sendiri. Dalam Hukum Islam mengemukakan mengenai makna perkawinan di dalam praktek, yaitu :
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kerusakan dan kejahatan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab.


Adapun Menurut Kaelany HD, terdapat Manfaat Perkawinan yang dilangsungkan antara pria dan wanita yang antara lain :
1. Hidup sejahtera dan hidup tenteram.
2. Menghindari perzinahan yang akan terjadi.
3. Memeilihara keturunan.
4. Memeilihara wanita yang bersifat lemah.
5. Menciptakan persaudaraan baru.
6. Berhubungan dengan kewarisan.


Abdul Rahman juga mengemukakan mengenai Manfaat Perkawinan di dalam hukum islam, yaitu :
1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan jasmaniah yang sah dan benar.
2. Suatu mekanisme dalam mengurangi ketegangan yang terjadi.
3. Sebagai cara untuk memperoleh keturunan yang sah.
4. Menduduki fungsi sosial di masyarakat.
5. Sebagai sarana untuk mendekatkan hubungan antara keluarga dan solidaritas kelompok.
6. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu sebagai pengabdian kepada Allah mengikuti sunnah Rasulullah SAW.



Syarat Syarat Perkawinan menurut UU harus memenuhi kriteria antara lain, syarat materiil dan syarat formil.

1. Syarat Syarat Perkawinan Materiil

Syarat materiil ini disebut juga dengan syarat inti (internal), yaitu syarat yang menyangkut pribadi para pihak yang hendak untuk melangsungkan perkawinan dan izin-izin yang harus diberikan oleh pihak ketiga di dalam hal-hal yang ditentukan oleh UU. Syarat materiil ini meliputi syarat materiil absolut dan syarat materiil relatif.

Syarat materiil absolut adalah syarat mengenai pribadi seorang yang harus diindahkan untuk perkawinan pada umumnya. Syarat materiil ini meliputi :
(a) pihak-pihak calon mempelai di dalam keadaan tidak kawin (Dalam Pasal 27 BW).
(b) Masing-masing dari pihak harus mencapai umur minimum yang ditentukan oleh ketentuan UU, yaitu laki-laki berumur 18 tahun dan perempuan 15 tahun (Dalam Pasal 29 BW).
(c) seorang wanita tidak diperbolehkan untuk kawin lagi sebelum lewat 300 hari, hal ini terhitung sejak bubarnya perkawinan (Dalam Pasal 34 BW).
(d) harus ada ijin dari pihak ke tiga.
(e) harus dengan kemauan yang bebas, tidak ada paksaan di dalamnya (Dalam Pasal 28 BW), dan sebagainya.

Syarat materiil relatif adalah syarat-syarat bagi pihak yang akan dikawininya. Syarat materiil ini meliputi :
(a) Tidak adanya hubungan darah (keturunan) atau hubungan keluarga (antara ipar atau semenda) sangat dekat antara keduanya (Dalam Pasal 30 dan Pasal 31 BW).
(b) Antara keduanya tidak pernah melakukan overspel (Dalam Pasal 32 BW).
(c) Tidak melakukan perkawinan terhadap orang yang sama setelah dicerai untuk yang ke tiga kalinya.



2. Syarat Syarat Perkawinan Formil

Syarat formil atau syarat lahir (eksternal) adalah syarat yang berhubungan dengan tata cara atau formalitas yang harus dipenuhi sebelum proses perkawinan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi golongan Eropa saja (Dalam Pasal 50-70 BW). Di antaranya yaitu adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pejabat Catatan Sipil untuk dibukukan di dalam daftar pemberitahuan perkawinan (Dalam Pasal 50 dan Pasal 51 BW).

Menurut UUPA, bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan; maka harus memenuhi persyaratan antara lain :
(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai (Dalam Pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan).
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua (Dalam Pasal 6 angka (2)).
(3) Dalam keadaan di mana salah satu dari kedua orang tua telah meninggal dunia (tidak mampu) untuk menyatakan kehendaknya, dengan ijin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau mampu menyatakan (Dalam Pasal 6 angka (3)).
(4) Dalam keadaan di mana kedua orang tua meninggal atau tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, ijin diperoleh dari wali; yaitu orang yang memelihara atau keluarga dari yang mempunyai hubungan darah di dalam garis keturunan lurus ke atas (Dalam pasal 6 angka (4)).
(5) Dalam keadaan di mana terdapat perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebutkan di dalam pasal 6 angka (2), (3), dan (4), maka pengadilan dalam hal ini dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut.


Selain persyaratan tersebut di atas, suatu perkawinan antara pria dan wanita dilarang jika : (1) Terdapat hubungan darah di dalam garis keturunan ke bawah atau ke atas; (2) Ada hubungan darah di dalam garis keturunan menyamping; (3) Terdapat hubungan darah semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau bapak tiri; dan (4) Memiliki hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, maka ia dilarang untuk kawin.

Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai tujuan perkawinan, manfaat perkawinan dan syarat-syarat perkawinan, semoga tulisan tabir hukum mengenai tujuan perkawinan, manfaat perkawinan dan syarat-syarat perkawinan dapat bermanfaat.

Sumber : Tulisan Tabir Hukum :

- Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Hukum Perdata. Yang Menerbitkan Prestasi Pustaka : Jakarta.
Artikel Tujuan Perkawinan, Manfaat Perkawinan dan Syarat Syarat Perkawinan
Gambar Artikel Tujuan Perkawinan, Manfaat Perkawinan
dan Syarat Syarat Perkawinan