Kumpulan Informasi Hukum

Definisi Perkawinan Menurut Hukum Perdata

Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai definisi perkawinan menurut hukum perdata.


Dalam Hukum Perdata barat tidak ditemukan mengenai definisi perkawinan, istilah perkawinan ini digunakan di dalam dua arti yaitu :
1. Sebagai suatu perbuatan, yaitu perbuatan untuk "melangsungkan perkawinan" (Pasal 104 BW) dan perbuatan "setelah perkawinan" (Pasal 209 angka 3 BW). Dengan demikian, Pengertian Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan pada saat tertentu.
2. Sebagai suatu keadaan hukum, yaitu keadaan bahwa seorang laki-laki dan seoarang wanita yang terikat oleh suatu hubungan perkawinan.


Ketentuan mengenai Perkawinan ini diatur di dalam KUH Perdata pada Pasal 26 sampai dengan Pasal 102 BW. Ketentuan umum mengenai perkawinan hanya terdiri dari satu pasal yang disebutkan di dalam Pasal 26 BW, yang menyatakan bahwa UU memandang perkawinan hanya di dalam hubungan-hubungan keperdataannya saja. Ketentuan ini berimplikasi bahwa suatu perkawinan hanya sah jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam kitab UU (BW), sementara itu persyaratan serta peraturan agamanya dikesampingkan.

Menurut Vollmar, maksud dari ketentuan tersebut bahwa UU hanya mengenal perkawinan di dalam arti perdata, yaitu perkawinan yang dilangsungkan di hadapan seorang pegawai catatan sipil; sedangkan Menurut Soetojo Prawirohamidjojo, dengan bertitik tolak dari ketentuan dari Pasal 26 BW yang menyatakan bahwa UU tidak memandang penting adanya unsur-unsur keagamaan, selama tidak diatur di dalam hubungan hukum perdata.

Ali Affandi menyimpulkan bahwa menurut KUH Perdata, Pengertian Perkawinan adalah persatuan seorang pria dan wanita secara hukum untuk hidup bersama-sama selama-lamanya. Ketentuan ini tidak dengan tegas dijelaskan di dalam salah satu pasal, akan tetapi disimpulkan dari esensi mengenai perkawinan.

Maksud dari perkawinan ini sendiri di dalam KUH Perdata bukan hanya untuk mendapatkan keturunan. Hal lain dapat dilihat bahwa perkawinan menurut KUH Perdata tidak berisikan suatu penunjukkan mengenai senggama, walaupun yang menjadi dasar perkawinan yaitu perbedaan gender, akan tetapi kemungkinan senggama tidak mutlak bagi perkawinan. Bahkan di dalam perkawinan, dapat dilakukan perkawinan antara seseorang yang sudah lanjut usia. Ketentuan hukum yang demikian ini jelas telah melepaskan diri dari dasarnya yang bersifat psikologis.

Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai definisi perkawinan menurut hukum perdata, semoga tulisan tabir hukum mengenai definisi perkawinan menurut hukum perdata dapat bermanfaat.

Sumber : Tulisan Tabir Hukum :

- Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Hukum Perdata. Yang Menerbitkan Prestasi Pustaka : Jakarta.
Artikel Definisi Perkawinan Menurut Hukum Perdata
Gambar Artikel Definisi Perkawinan Menurut Hukum Perdata