Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai definisi perkawinan menurut hukum adat.
Perkawinan di dalam masyarakat adat dipandang sebagai salah satu peristiwa yang sangat penting terhadap penghidupan masyarakat. Perkawinan ini bukan hanya suatu peristiwa yang mengenai mereka yang bersangkutan (suami dan isteri), akan tetapi juga orang tua, saudara-saudara dan keluarga dari kedua belah pihak.
Menurut Soekanto, di dalam Perkawinan adat tidak dapat dengan tepat dipastikan mengenai saat perkawinan dimulai. Hal ini berbeda dengan hukum islam atau kristen yang waktunya itu ditetapkan, waktu adalah pasti.
Pada Umumnya suatu Perkawinan menurut Hukum Adat didahului dengan adanya lamaran. Suatu lamaran bukan merupakan perkawinan, namun lebih bersifat pertunangan dan baru akan terikat jika dari pihak pria sudah diberikan tanda jadi. Akan tetapi ada juga perkawinan tanpa lamaran, yaitu pihak lelaki akan menetap di keluarga pihak perempuan dan berkewajiban untuk meneruskan keturunan dari pihak perempuan, serta melepaskan kewajiban dan haknya di pihak kerabatnya sendiri.
Perkawinan adat di Indonesia terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
1. Perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan masyarakat kebapakan (patrilial).
2. Perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan masyarakat keibuan (matrilial).
3. Perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan keibu-bapakan (parental).
1. Perkawinan Adat yang Berdasarkan Masyarakat Kebapakan
Perkawinan ini disebut dengan "kawin jujur", yang di mana pria memberikan jujur (pada daerah Tapanuli Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan), unjung, sinamot, boli, pangoli, tuhor (Batak), beli (Maluku), belis (Timor) kepada calon istrinya. Dengan memberikan jujur ini, maka isteri masuk di dalam clan suaminya, sehingga anak-anaknya dilahirkan sebagai warga clan suami. Hal ini akan memberikan hak dan kewajiban suami untuk memelihara, mendidik dan memberikan nafkah kepada mereka.
Kawin Jujur ini memilii 3 (tiga) segi, yaitu :
(a) Yuridis (hukum), yang di mana dengan dibayarnya jujur, maka berpindahlah hak dan kewajiban si wanita ke dalam klan suaminya.
(b) Sosial, yaitu untuk mempererat hubungan antara keluarga atau marga yang bersangkutan.
(c) Ekonomis, yang di mana dengan adanya jujur, maka terbentuklah barang yang dibawa oleh wanita dengan pemberian jujur tersebut.
2. Perkawinan Adat yang Berdasarkan Masyarakat Keibuan
Dalam masyarakat keibuan ini tidak dikenal istilah jujur. Pada masyarakat ini, seorang laki-laki tingal di dalam keluarga sendiri, akan tetapi dapat bergaul dengan keluarga isterinya sebagai bagian dari keluarga isterinya. Masyarakat matrilineal adalah masyarakat yang anggota-anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu, contohnya pada masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat matrilineal, anak-anak merupakan sebagian dari keluarga ibunya; sedangkan ayahnya tetap merupakan sebagaian dari keluarganya sendiri. Perkawinan di dalam masyarakat ini disebut dengan Exogam Semendo, yang berarti perkawinan di mana pihak laki-laki didatangkan atau dijemput oleh pihak wanita, akan tetapi laki-laki tidak termasuk klan isterinya, melainkan tetap menjadi anggota klannya (klan ibunya).
Dalam masyarakat matrilineal Minangkabau, terdapat tiga perkembangan masyarakat semendo, yaitu : (a) kawin semendo bertandang; (b) kawin semendo menetap; dan (c) kawin semendo bebas.
3. Perkawinan Adat yang Berdasarkan Masyarakat Keibubapakan
Masyarakat parental adalah masyarakat yang anggota-anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu dan garis bapak, Contohnya : Jawa, Sumatera Timur, Madura, Aceh, Sumatera Selatan, Riau, Ternate, Sulawesi, Kalimantan dan Lombok.
Dalam masyarakat parental dikenal juga kebiasaan pembayaran kepada pihak perempuan dalam perkawinan. Pembayaran yang dilakukan oleh pihak laki-laki ini pada dasarnya merupakan biaya acara (pesta) perkawinan yang nantinya akan diselenggarakan oleh pihak perempuan. Dalam masyarakat parental ini, terdapat kesamaan hak dan kewajiban antara suami dan isteri.
Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai definisi perkawinan menurut hukum adat, semoga tulisan tabir hukum mengenai definisi perkawinan menurut hukum adat dapat bermanfaat.
Sumber : Tulisan Tabir Hukum :
- Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Hukum Perdata. Yang Menerbitkan Prestasi Pustaka : Jakarta.
Gambar Artikel Definisi Perkawinan Menurut Hukum Adat |