Kumpulan Informasi Hukum

Definisi Subjek dan Objek Hukum Menurut Para Ahli

Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai definisi subjek hukum menurut para ahli dan definisi objek hukum.


Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan bahasa Belanda rechtsubject atau law of subject dari Inggris. Secara umum, rechtsubject ini diartikan sebagai pendukung dari hak dan kewajiban yaitu manusia dan badan hukum. Adapun definisi subjek hukum yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut.

Menurut Chaidir Ali, Pengertian Subjek Hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung dari hak dan kewajiban.

Pengertian Subjek Hukum menurut Algra adalah setiap orang yang memiliki hak dan kewajiban, jadi mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid).

Subjek Hukum mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan dengan alasan karena subjek hukum tersebut yang dapat memiliki wewenang hukum. Selain subjek hukum, dikenal juga yang namanya objek hukum.
Pengertian Objek Hukum adalah segala hal yang berguna bagi subjek hukum (manusia dan badan hukum) dan yang dapat dijadikan pokok (objek) suatu hubungan hukum (hak), dan karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.

Dalam hukum perdata yang dimaksud dengan objek hukum adalah benda dengan ketentuan bahwa : (1) memiliki nilai uang yang efektif; (2) merupakan satu kesatuan; dan (3) bisa dikuasai manusia. Objek hukum di dalam hukum perdata dibahas secara khusus di dalam hukum benda.

1. Konsepsi Manusia Sebagai Subjek Hukum
Manusia di dalam eksistensinya dapat dipandang di dalam dua pengertian, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk biologis; dan (b) manusia sebagai makhluk yuridis.
"Manusia" di dalam pengertian 'biologis" ialah gejala di dalam alam, gejala biologika, yaitu makhluk hidup yang memiliki panca indera dan memiliki budaya. Sedangkan "orang" di dalam pengertian yuridis adalah gejala di dalam hidup masyarakat. Dalam hukum yang menjadi dasar perhatian yaitu orang (person).

Menurut Chaidir Ali, Pengertian Manusia adalah makhluk yang berwujud dan rohani, yang berfikir dan berasa, yaitu berbuat dan menilai, bepengetahuan dan berwatak, sehingga menempatkan dirinya berbeda dengan makhluk lainnya.

Menurut Hukum Modern, seperti hukum yang berlaku sekarang di Indonesia, setiap manusia diakui sebagai manusia pribadi. Artinya diakui sebagai orang (person), karena itu setiap manusia diakui sebagai subjek hukum (rechtspersonlijkheid) yaitu pendukung hak dan kewajiban.

Terdapat 2 (dua) alasan yang dikemukakan oleh para ahli hukum modern, yaitu : (1) manusia memiliki hak-hak subjektif; dan (2) kewenangan hukum, yaitu kecakapan untuk menjadi subjek hukum (sebagai pendukung hak dan kewajiban).

Hak dan kewajiban perdata tidak bergantung kepada agama, golongan, gender, umur, warga negara maupun orang asing. Demikian juga pada hak dan kewajiban perdata tidak bergantung pada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah di dalam masyarakat, pejabat (penguasa) atau rakyat biasa, semuanya ini dipandang sama.

Manusia sebagai "rechtpersonlijkheid" dimulai sejak manusia tersebut lahir dan baru berakhir pada saat ia mati (meninggal dunia). Pengecuali untuk mulainya subjek hukum di dalam BW disebutkan di daam Pasal 2 yang menentukan sebagai berikut :
(a) "anak yang ada di dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, jika ada kepentingan yang menghendaki atas si anak ini.
(b) "mati sewaktu dilahirkan, maka dianggap bahwa ia tidak pernah telah ada".


Ketentuan yang termuat di dalam Pasal 2 BW di atas ini, sering disebut dengan "rechtsfictie". Ketentuan ini sangat penting artinya di dalam hal warisan. Dalam pasal 638 BW menentukan bahwa seorang yang dapat dijadikan ahli waris jika ia telah ada pada saat pewaris meninggal dunia. Dalam hal ini berarti bahwa seseorang hanya dapat menjadi ahli waris jika ia hidup sebagai manusia biasa pada saat pewaris meninggal dunia. Akan tetapi dengan adanya Pasal 2 BW seoarang anak yang masih di dalam kandungan ibunya sudah dianggap telah dilahirkan, jika anggapan ini dapat menjadi keuntungan si anak. Namun jika anak di dalam kandungan itu kemudian dilahirkan mati, maka secara otomatis ia dianggap tidak pernah ada. Artinya bahwa jika anak (bayi) itu lahir hidup, meskipun hanya sedetik ia hidup dan ini dapat ditentukan, maka ia ketika di dalam kandungan sudah hidup, sehingga di dalam kandungan juga ia sudah merupakan orang yaitu pendukung anak.

Menurut Soetojo Prawiwirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Syarat-syarat pelaksanaan Pasal 2 BW tersebut memberikan implikasi sebagai berikut :
(a) bahwa anak itu telah lahir atau pada saat penentuan hak dilaksanakan, si bayi ini teleh dibenihkan;
(b) bahwa ia lahir hidup, karena jika ia telah meninggal dunia pada waktu dilahirkan, maka ia dianggap sebagai tidak pernah ada.
(c) bahwa kepentingannya itu membawa serta tuntutan akan hak-haknya, contohnya warisan dan sebagainya.


Meskipun menurut hukum ini setiap manusia sebagai orang dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban atau subjek hukum, namun tidak semuanya cakap (dipandang telah mampu) untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang menurut UU dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu :
(a) orang-orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah menikah.
(b) orang yang telah dewasa (berumur 21 tahun ke atas), akan tetapi berada di bawah pengawasan atau pengampuan, dengan alasan : kurang atau tidak sehat ingatannya (terganggu jiwanya), pemboros dan kurang cerdas pikirannya dan segala sebab-musabab lainnya yang pada dasarnya menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu untuk mengurus segala kepentingan sendiri.
(c) orang-orang yang dilarang UU untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, contohnya orang yang dinyatakan pailit.
(d) seorang perempuan yang bersuami, di dalam melakukan tindakan hukum harus disertai atau diwakili suaminya.

Jadi orang-orang yang cakap melakukan perbuatan hukum ini yaitu orang dewasa dan sehat akal pikirannya, serta tidak dilarang juga oleh sesuatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu. Orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan di dalam melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh orang tuanya, walinya (pengampunya). Sedangkan untuk penyelesaian hutang-piutang orang yang dinyatakan pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan.

Dari uraian di atas ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Namun demikian tidak semua orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum dan orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum tidak selalu berwenang untuk dapat melakukan perbuatan hukum. Contohnya, seorang perempuan yang bersuami, di dalam melakukan tindakan hukum harus disertai atau diwakili oleh suaminya.

Sebagai negara hukum, Negara Indonesia ini mengakui setiap orang sebagai manusia terhadap UU, yang berarti bahwa setiap orang diakui sebagai subjek hukum oleh UU. Sebagaimana yang telah dimuat di dalam Pasal 27 UUD 1945 yang menetapkan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualian.

Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai pengertian subjek hukum dan pengertian objek hukum, semoga tulisan tabir hukum mengenai pengertian subjek hukum dan pengertian objek hukum dapat bermanfaat.

Sumber : Tulisan Tabir Hukum :

- Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Hukum Perdata. Yang Menerbitkan Prestasi Pustaka : Jakarta.
Artikel Definisi Subjek Hukum dan Definisi Objek Hukum Menurut Para Ahli
Gambar Artikel Definisi Subjek Hukum dan Definisi Objek Hukum