Kumpulan Informasi Hukum

Definisi Kriminologi dan Pemahamannya

Hai Pembaca Setia, Kali ini Tabir Hukum akan membahas mengenai definisi kriminologi dan pemahaman mengenai kriminologi.


Menurut Mamik Seri Supatmi, Pengertian Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau mencari sebab-musabab terjadinya kejahatan, akibat-akibat yang ditimbulkan kejahatan dan untuk menjawab alasan-alasan seseorang melakukan kejahatan.

Menurut Muhammad, Ruang lingkup pembahasan dari kriminologi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Kejahatan, perilaku menyimpang dan kenakalan.
2. Pola tingkah laku kejahatan dan sebab terjadinya kejahatan.
3. Korban kejahatan.
4. Reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan.


Beberapa pemikiran mengenai kejahatan, antara lain sebagai berikut.

1. Demonologis
Pengertian Demonologis adalah pemikiran awal yang dikembangkan atas dasar pemikiran yang tidak rasional, suatu tingkah laku kejahatan yang di mana dilakukan oleh individu merupakan pengaruh dari roh jahat. Benar atau salahnya tingkah laku ditentukan oleh definisi kepala suku atau orang yang dianggap sebagai dewa. Pemikiran ini masih bersifat konvensional. Tindakan pelanggaran yang dianggap paling serius bagi pemikiran demonologis yaitu mempergunakan ilmu hitam atau dikenal dengan black magic. Hukuman-hukuman yang digunakan juga masih bersifat tradisional yang ditujukan untuk mengusir roh jahat di dalam diri individu tersebut, seperti halnya dengan membakar individu yang memiliki ilmu hitam.

2. Klasik
Dalam pemikiran klasik, tingkah laku jahat yang dilakukan oleh manusia ialah cerminan dari adanya konsep "free will" atau kehendak bebas. Dalam penjelasan mengenai pemikiran klasik dengan konsep kehendak bebas ini menganggap bahwa individu memiliki pilihan dan pemikiran untuk menentukan tindakan yang akan mereka lakukan. Jadi Hukuman yang diterapkan pada pemikiran ini bersifat umum sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Tokoh pemikiran klasik ini, antara Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham.

3. Neo Klasik
Neo Klasik muncul sebagai bentuk kritikan terhadap pemikiran klasik yang menyamakan hukuman setiap orang tanpa mempertimbangkan usia, fisik dan kondisi kejiwaan seseorang.

4. Determinisme
Determinisme adalah suatu penjelasan mengenai kejahatan bahwa tingkah laku jahat merupakan pengaruh faktor-faktor tertentu. Ada beberapa paradigma di dalam determinisme, yaitu :
a. Positivisme
Salah satu tokoh yang terkenal di dalam paradigma positivisme ini yaitu Cesare Lombroso yang menghubungkan tingkah laku jahat dengan kondisi biologis atau fisik seseorang.

b. Interaksionisme
Dalam paradigma interaksionisme, tingkah laku jahat merupakan definisi dari hasil interaksi. Seseorang dianggap jahat ketika orang lain melihat bahwa tingkah laku tersebut adalah menyimpang atau jahat. Teori yang terkenal pada pemikiran interaksionis yaitu teori "labeling". Tokoh-tokohnya antara lain Edwin Lemert, Kitsuse, Becker dan Goffman.

c. Konflik
Tingkah laku jahat merupakan suatu definisi yang dibuat oleh penguasa terhadap tingkah laku yang ditujukan untuk kepentingan penguasa. Tokoh-tokohnya antara lain Bonger, Taylor, Quinney, J Young dan Vold.

d. Pos modern kriminologi
Paradigma ini memandang bahwa kejahatan merupakan konsep yang harus didekonstruksikan. Tiga buah pendekatan di dalam paradigma ini, yaitu realisme, feminisme dan konstitutif.

e. Budaya
Paradigma budaya melihat tingkah laku jahat di dalam konteks budaya yang berbeda. Jika satu kebudayaan tertentu, suatu tindakan dianggap sebagai tingkah laku jahat, pada kebudayaan lain belum tentu dipandang demikian.


Dalam teori yang diungkapkan oleh Lombroso bahwa mengidentifikasikan kejahatan dapat dilihat dari bentuk tubuh seseorang atau sinyalemen, dan tanta-tanda khusus seseorang. Akan tetapi, menurut para ahli kriminologi, sebab-sebab kejahatan tidak mungkin dicari hanya pada satu faktor, yaitu ciri-ciri khusus dan bentuk tubuh seseorang, yang pada umumnya dipandang dapat menerangkan sebab kejahatan ataupun suatu kejahatan yang khusus. Yang dapat dicari hanyalah faktor-faktor yang berhubungan dengan sejumlah faktor lain yang akan menghasilkan kejahatan.


Pada garis besarnya, pemikiran teoretis kriminologi dapat dibagi menjadi beberapa mazhab berikut.

1. Mazhab klasik dengan pelopornya Cesare Bonesana, Ma Beccaria dan dimodifikasi oleh Mazhab Neo Klasik melalui Code Penal Perancis 1879. Mazhab ini mellihat manusia mempunyai kebebasan memilih perilaku (free will), selalu bersikap rasional dan hedonistis (cenderung menghindari segala sesuatu yang menyakitinya). Menurut pandangan ini, pemidanaan merupakan cara untuk menanggulangi kejahatan. Dapat dikatakan bahwa suatu kejahatan dapat dikurangi atau ditiadakan dengan hukuman atau diberikan sanksi yang keras. Contohnya : hukuman mati, penjara, seumur hidup dan hukuman gantung.

2. Mazhab positivistik, pelopornya ialah Cesare Lombroso dianggap sebagai awal pemikiran ilmiah kriminologi mengenai sebab-musabab kejahatan. Mazhab ini berkeyakinan bahwa perilaku manusia disebabkan atau ditentukan sebagian oleh faktor-faktor biologis, yang sebagian besar merupakan pencerminan karakteristik dunia sosial kultural tempat manusia hidup. Dalam teori ini, kejahatan yang dilakukan oleh seseorang bisa disebabkan oleh pengaruh dari dalam ataupun dari luar, sehingga para pelaku kejahatan tidak hanya dapat dipidana sebelum diketahui penyebabnya.

3. Mazhab kritikal, menurut mazhab ini tidaklah penting apakah manusia itu bebas memilih perilakunya atau manusia itu terikat biologis sosial dan kultural. Menurut mereka, jumlah perbuatan pidana atau kejahatan yang terjadi ataupun karakteristik para pelakunya ditentukan oleh cara hukum pidana itu dirumuskan dan dilaksanakan. Dalam mazhab ini, baik atau buruk bergantung pada pihak yang berkuasa. Segala peraturan berasal dari rezim pada masanya.

Dalam perspektif kriminologi, kejahatan adalah perilaku manusia dan norma yang dilanggar dapat diliat berbeda-beda oleh orang yang berbeda. Dengan kata lain, kejahatan merupakan penyimpangan sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyatakan celaan terhadap perbuatan yang dianggap menyimpang dengan cara menyatakan bahwa perilaku tersebut melanggar kebiasaan atau melanggar adat dan peraturan. Akan tetapi, apabila dikaji kembali, jarang ada kesepakatan yang jelas mengenai jenis norma yang dilanggar. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) terdapat norma dan aturan yang berbeda di mana mengatur hubungan antara manusia pada berbagai kelompok masyarakat; (2) hubungan antara penilai dan pelanggar hukum menentukan perihal pelaku yang dipandang menyimpang.

Perbuatan hanya dapat dikatakan menyimpang jika perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang anggota kelompok yang melawan aturan pada kelompok bersangkutan. Dengan kata lain, dianggap penyimpangan jika ada norma atau aturan yang menguasai perbuatan tersebut. Dengan demikian, pihak aparat penegak hukum, contohnya polisi harus mempunyai pengertian yang benar di dalam menghadapi pelanggaran hukum.

Perilaku menyimpang merupakan perwujudan dari :
a. Kepatuhan dari aturan yang bersangkutan, apakah baik, cukup baik, atau tidak baik, artinya penilaian terhadap hal yang seharusnya ada pada aturan di dalam mengatur perilaku bersangkutan.
b. Penilaian terhadap sah atau tidak sahnya aturan itu, artinya aturan yang bersangkutan dilakukan berdasarkan kewenangan yang ada pada pembuat aturan tersebut.


Perkembangan kriminologi modern juga memerhatikan korban kejahatan di samping pelaku kejahatan. Perhatian para penegak hukum (polisi dan penuntut umum) di Indonesia mulai diarahkan pada viktimologi, tetapi persepsinya masih keliru. Bagaimanakah sebaiknya melihat masalah korban ?, Gagasan pertama untuk penyelenggaraan simposium mengenai korban datang setelah kongres keenam dari internasional society of criminology (Madrid Tahun 1970), kongres ketujuh ISC kemudian dilaksanakan di Belgrado pada September Tahun 1973.

Dengan simposium pertama ini, viktimologi telah diberi pengakuan internasional sebagai fokus penelitian khusus di dalam kriminologi. Para tokoh kriminologi yang pada 20 sampai 30 tahun yang lalu mulai memperjuangkan agar korban mendapat perlakuan yang adil dari masyarakat, dibandingkan terhadap hak-hak tertuduh dan narapidana.

Simposium mengenai Kriminologi yang pertama diadakan di Jerusalem tahun 1973, kedua diadakan di Boston Tahun 1976, dan ketiga diadakan di Universitas Westphalia di Jerman Barat tahun 1970. SImposium ini diawasi dan disponsori oleh Internasional Society of Kriminologie yang berkedudukan di Paris.

Sekian tulisan dari tabir hukum mengenai definisi kriminologi dan pemahaman mengenai kriminologi, tulisan tabir hukum mengenai definisi kriminologi dan pemahaman mengenai kriminologi dapat bermanfaat.

Sumber : Tulisan Tabir Hukum :

- Wawan Muhwan H, 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Yang menerbitkan Pustaka Setia : Bandung.
Gambar Artikel Definisi Kriminologi dan Pemahaman Kriminologi